1. Memiliki Rasa Kasih dan Sayang.
Kasih sayang merupakan salah satu sifat penting yang
harus dimiliki manusia. Adanya rasa kasih sayang terhadap sesama membuat
manusia tidak hanya mementingkan dirinya sendiri atau tidak bersifat
individual. Rasa kasih sayang yang dimiliki seorang mu’min membuat dia
siap membantu mengatasi persoalan orang lain. Rasa kasih dan sayang
telah membuat Sahabat Abu Bakar Ash Shiddik membantu Bilal bin Rabah
dengan membebaskannya dari perbudakan meski dengan pengorbanan uang
dalam jumlah yang banyak. Rasa kasih sayang juga telah membuat Sahabat
Utsman bin Affan mengorbankan hartanya untuk membeli kebutuhan pangan
dalam jumlah yang banyak untuk membantu masyarakat yang dilanda
kelaparan. Begitulah para sahabat lain dan orang-orang yang memiliki
iman dengan amal shaleh yang banyak.
Rasa kasih dan sayang juga membuat seorang mu’min
merasa memiliki tanggung jawab perbaikan terhadap mu’min lainnya,
karenanya wujud dari sikap ini adalah adanya rasa tanggung jawab untuk
menunaikan tugas da’wah guna memperbaiki sikap dan kepribadian seorang
muslim.
Dalil yang menyebutkan anugerah Allah terhadap orang
yang bermal shaleh berupa rasa kasih sayang disebutkan dalam firman
Allah yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang (QS 19:96).
2. Kehidupan Yang Baik.
Kehidupan yang baik merupakan dambaan bagi setiap
orang. Hidup yang baik adalah kehidupan yang dijalani tanpa mengabaikan
ketentuan Allah dan Rasul-Nya sehingga kehidupannya menjadi berkah,
bermanfaat besar bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Kata thayyibah (baik) juga digunakan Al-Qur’an untuk menyebut kalimat tauhid yang diumpamakan seperti pohon yang baik. Pohon yang thayyibah adalah
pohon yang akarnya teguh menancap ke dalam bumi dan cabangnya menjulang
ke langit sehingga menghasilkan buah yang banyak yang tentu saja
bermanfaat besar bagi manusia, juga bibit yang banyak bagi pertumbuhan
pohon yang baru lagi, Allah berfirman yang artinya: Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya
mereka selalu ingat (QS 14:24-25).
Anugerah kehidupan yang baik diberikan Allah Swt
kepada orang-orang yang beramal shaleh dengan landasan iman kepada-Nya.
Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal
shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS 16:97).
Dengan demikian, kehidupan yang baik bagi seorang
mu’min adalah kehidupan yang berdaya guna tinggi, sehingga manfaatnya
bisa dirasakan oleh orang lain. Bagi seorang mu’min, adanya menggenapkan
dan tidak adanya mengganjilkan, bukan ada atau tidak ada sama saja.
Karena itu, Rasulullah Saw dalam satu haditsnya menyatakan:
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain (HR. Qudha’i dari Jabir ra)
Agar kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik dan
berdaya guna tinggi, maka Allah Swt menurunkan sejumlah peraturan,
meskipun peraturan itu ada kalanya kurang menyenangkan manusia sehingga
ada manusia yang kurang menyenangi peraturan tersebut, tapi justeru hal
itu untuk kepentingan manusia juga. Sama halnya dengan peraturan lalu
lintas di perjalanan, kita kurang senang dengan adanya lampu lalu
lintas, tapi justeru hal itu untuk kebaikan manusia dalam perjalanannya.
Betapa kacau jalan raya dengan kendaraan yang padat manakala dengan
banyak persimpangannya itu tidak menggunakan lampu lalu lintas.
Peraturan itu diturunkan oleh Allah Swt, karena Dialah yang lebih tahu
tentang manusia; sehingga Dia lebih tahu tentang peraturan apa yang
lebih tepat untuk manusia, sekaligus tidak memiliki kepentingan apa-apa
terhadap mereka. Karenanya agama merupakan peraturan Allah yang
mengantarkan manusia pada kebaikan hidup di dunia maupun di akhirat.
3. Pahala Yang Besar.
Di dalam ayat di atas (QS 16:97), orang yang beramal
shaleh dengan landasan iman kepada Allah Swt juga akan diberi balasan
pahala yang lebih besar dari amal yang mereka lakukan sendiri. Ini
merupakan keistimewaan tersendiri bagi mu’min yang beramal shaleh. Allah
Swt memang akan melipatgandakan balasan pahala dari amal shaleh
seseorang. Di dalam ayat lain Allah Swt berfirman yang artinya: Barangsiapa
membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia
tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) (QS 6:160).
Bahkan adakalanya amal shaleh seorang mu’min itu akan
terus mengalir pahalanya meskipun dia sudah meninggal dunia, inilah
yang sering disebut dengan amal jariyah, seperti waqaf, ilmu yang
diajarkan kepada orang lain sehingga orang itu mengamalkannya untuk
kebaikan, meninggalkan anak yang shaleh sehingga anak itu beramal dan
berdo’a, dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi
mereka pahala yang tiada putus-putusnya (QS 95:3-6).
Dengan imbalan pahala yang besar itu, seorang mu’min
akan terus memperbanyak amal shalehnya, karena memang semakin banyak
pahala amal shaleh, akan semakin bahagia dalam kehidupannya di dunia dan
akhirat. Imbalan pahala yang besar tidak membuat seorang mu’min tidak
bergairah dalam beramal shaleh karena sudah merasa memiliki pahala yang
banyak. Bagi mu’min yang sejati, semakin banyak pahala, semakin baik,
karena hal itu menjadi bekal baginya untuk bisa berjumpa dengan Allah
Swt, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada-Nya (QS
18:110).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar