Perekonomian Indonesia 2011
Antara Krisis Eropa dengan OJK di Indonesia
Pada tahun 2011 ekonomi Indonesia diperkirakan semakin prospektif. Berbagai publikasi internasional, seperti WEO dan Consensus Forecast memproyeksikan laju PDB Indonesia pada 2011 akan lebih tinggi dibanding 2010, yakni pada tingkat 6,2 persen. Meskipun diwarnai sejumlah sinyal positif, namun potensi datangnya tantangan pada tahun 2011 tetap perlu diwaspadai.
Dari perspektif global, salah satu tantangan berasal dari meluasnya dampak Krisis Eropa. Seperti diketahui, Krisis Eropa terdeteksi pada akhir 2009 yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota Uni Eropa.
Dari sisi beban utang, dalam Maastricht Benchmark suudah disepakati bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB tidak boleh melampaui 60 persen, namun banyak negara Uni Eropa yang melanggar ketentuan ini, seperti Italia (115,8 persen), Yunani (115,1 persen), Prancis (77,6 persen), Portugal (76,8 persen), Jerman (73,2 persen), Inggris (68,1 persen), dan Irlandia (64 persen).
Sedangkan dari sisi defisit fiskal dimana rasionya terhadap PDB tidak boleh lebih dari dari 3 persen, pada 2010 ada 12 negara yang melanggar konsensus ini, seperti Irlandia (14,3 persen), Yunani (13,5 persen), Inggris (11,3 persen), Spanyol (11,2 persen), Portugal (9,4 persen), Prancis (7,6 persen), Belanda (6,1 persen), Italia (5,2 persen), Belgia (4,8 persen), Austria (4,7 persen), Finlandia (3,6 persen), dan Jerman (3,3 persen).
Akibat Krisis Eropa, beberapa waktu lalu bursa saham dan pasar finansial Eropa mengalami kejatuhan terindikasi dari palarian modal (capital flight) secara masif dari pasar Eropa ke negara-negara yang dianggap lebih aman seperti AS.
Selain itu, Krisis Eropa telah melemahkan permintaan agregat dan produktivitas industri dalam beberapa waktu terakhir.
Bagi Indonesia, meluasnya dampak lanjutan Krisis Eropa 2011 merupakan tantangan tersendiri. Pasalnya, Uni Eropa merupakan salah satu tujuan ekspor nonmigas Indonesia yang potensial.
Dalam lima tahun terakhir, kinerja perdagangan Indonesia-Uni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya.
Pada 2006 dan 2007, misalnya surplus Indonesia tercatat USD6,0 miliar dan USD5,6 miliar. Berlanjutnya Krisis Eropa pada 2011 tentu berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia ke kawasan tersebut yang pada gilirannya bisa menghambat ekspansi ekonomi pada 2011.
Hal ini perlu segera diantisipasi dengan mencari negara substitusi tujuan ekspor. Tantangan berikutnya adalah terkait sektor keuangan.
Seperti diketahui, setelah tertunda delapan tahun, pemerintah bertekad mewujudkan terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawasan sektor keuangan yang baru selambat-lambatnya akhir tahun ini.
Saat ini, RUU OJK tengah dibahas DPR. Jika OJK benar terbentuk pada tahun ini, berarti pada 2011 merupakan tahun pertama operasional lembaga tersebut.
Ini artinya, akan terjadi perubahan dan transformasi secara mendasar dalam tatanan sektor keuangan di Indonesia pada 2011.
Pengawasan perbankan yang sebelumnya dilakukan BI dan supervisi lembaga keuangan nonbank, seperti asuransi, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan yang selama ini di bawah otoritas Bapepam-Lembaga Keuangan akan dipindah dan menjadi kewenangan OJK.
Namun, persoalan tidak selesai di sini. Pengalaman pahit beberapa negara dengan OJK-nya seperti Inggris dan Prancis serta keberatan sejumlah pelaku industri jasa keuangan untuk membayar iuran OJK, mennjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bisa merumuskan formulasi terbaik sekaligus mewujudkan OJK sebagai lembaga pengawasan yang independen, kuat, dan kredibel yang mampu mengubah pengelolaan sektor keuangan di Indonesia menjadi jauh lebih baik.
http://ottata.blogspot.com/2011/02/perekonomian-indonesia-2011.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar